Portfolio Theme
Hadiah Gratis

Dapatkan hadiah gratis, dan diskon super hemat disini.

Sisi Terang Kebijakan Tarif Impor 32 Persen Donald Trump

Malaqbi.com | Redaksi

2025-04-10 | Dibaca: 146
MAMUJU (malaqbi.com) Kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trumpterkait tarif baru yang minimum 10% untuk seluruh produk impor dari semua negara dan tarif timbal balik hingga 34% untuk negara tertentu, Indonesia menjadi salah satu negara yang terkena dampak paling besar dengan tarif sebesar 32 persen, yang diamana melebihi Uni Eropa (20%) dan mendekati China (34%). 

Kebijakan ini merupakan manifestasi nyata dari arus proteksionisme global yang berupaya “melindungi” sektor industri dan tenaga kerja dalam negeri Amerika, sekaligus menjadi alat tekanan terhadap mitra dagang yang dianggap tidak adil.

Demikian yang disampaikan Jeffriansyah DSA salah satu Dosen Universitas Muhammadiyah Mamuju, kepada malaqbi.com saat dikonfirmasi, Kamis 10 April di Mamuju. Menurutnya dampak Global atas kebijakan ini tidak hanya menyasar satu negara, tetapi menyerang sendi globalisasi ekonomi, perdagangan global akan melambat karena biaya ekspor ke AS meningkat signifikan, negara berkembang akan mengalami kesulitan bersaing di pasar AS akibat tarif tinggi, terutama sektor tekstil, elektronik, dan furnitur. Investor global akan cenderung berhati-hati, memindahkan investasi dari sektor ekspor ke domestik, menyebabkan turunnya Foreign Direct Investment (FDI).


"Bagi Indonesia, Amerika Serikat adalah pasar ekspor terbesar kedua setelah Tiongkok. Sekitar 10,3% pangsa ekspor Indonesia menuju AS, dengan komoditas utama seperti tekstil, alas kaki, elektronik, furnitur, dan produk pertanian. Dengan kenaikan tarif 32%, maka harga barang Indonesia di pasar AS akan menjadi tidak kompetitif, Terjadi penurunan volume ekspor secara drastis, pabrik-pabrik yang menggantungkan ekspor ke AS bisa mengurangi produksi, bahkan PHK bisa terjadi, Neraca dagang akan terdampak negatif, memperbesar defisit jika tak diimbangi dengan diversifikasi pasar ekspor,"jelasnya

Meskipun Sulawesi Barat kata dia bukan eksportir besar langsung ke AS, provinsi ini tetap terdampak secara tidak langsung, khususnya pada komoditas pertanian dan perkebunan (kakao, kelapa, jagung) yang menjadi bahan baku produk ekspor. Selain itu, potensi pemutusan rantai pasok nasional yang akhirnya menekan pendapatan petani dan pekerja di provinsi lain, akan memberikan efek domino juga pada provinsi Sulawesi Barat.

Merespon situasi ini, menurutnya Indonesia harus segera mengambil langkah strategis negosiasi diplomatik segera dengan mengoptimalkan kekuatan lobi ekonomi Indonesia di Washington, menyusun argumen kuat tentang pentingnya Indonesia dalam rantai pasok regional. Diversifikasi pasar ekspor, fokus pada negara-negara non-tradisional seperti Afrika, Asia Selatan, dan Timur Tengah dan mengintensifkan pemanfaatan perjanjian perdagangan seperti ASEAN-China FTA, RCEP, dan CEPA.

"Langkah stategis lainnya yaitu Subsidi dan Insentif, berikan subsidi logistik dan fiskal bagi eksportir terdampak, permudah ekspor UMKM melalui digitalisasi dan platform e-commerce lintas batas. Penguatan Pasar Domestik dan Hilirisasi dengan memperkuat pasar dalam negeri untuk menampung kelebihan produksi ekspor, dorong hilirisasi dan industrialisasi lokal, termasuk di Sulawesi Barat,"demikian Jeffri (Nas)
Copyright @2011-2019 malaqbicom, All Rights Reserved :: Redaksi | Pedoman Media Siber | Iklan | Disclaimer