2025-06-18 | Dibaca: 89
MAJENE (malaqbi.com) Suasana muara Sungai Tubo Kabupaten Majene, Sulawesi Barat berubah menjadi panggung perlawanan yang sarat makna. Bukan dengan orasi atau barikade, tapi melalui sebuah festival yang menggugah, Rabu (18/6/2025).
Festival Sungai Tubo-Salutambung. Sebuah kampanye damai yang dikemas dalam kegiatan budaya menyuarakan penolakan atas rencana penambangan pasir di kawasan muara yang menjadi nadi kehidupan warga.
Di atas aliran sungai yang tenang, sejumlah perahu nelayan bergerak perlahan. Namun tak sekadar melaut, perahu-perahu ini membawa pesan spanduk-spanduk besar terbentang, menampilkan tuntutan warga menolak keras rencana eksploitasi tambang pasir yang rencana akan dilakukan salah satu perusahaan.
Spanduk-spanduk tersebut seolah menjadi layar perlawanan yang terbentang di tengah arus kekhawatiran warga.
Dari atas perahu, dari tepi sungai, dari bibir muara, terdengar suara lantang penolakan. Warga menyatakan bahwa sungai ini bukan sekadar aliran air. Bagi mereka, sungai adalah ruang hidup, sumber penghidupan utama bagi nelayan, serta identitas kebudayaan yang telah mengakar kuat selama ratusan tahun.
“Ini adalah upaya kita mengampanyekan penyelamatan sungai dari ancaman tambang pasir dimana tanpa sepengetahuan warga perusahan yang akan melakukan penambangan tiba-tiba mempunyai izin eksplorasi,” ujar Aco Nursyamsu, Kordinator Studi dan Advokasi Keadilan Agraria.
Festival ini bukan hanya tentang menolak tambang, tetapi juga tentang merayakan kehidupan yang selama ini dirawat warga bersama sungai. Ada pertunjukan musik tradisional, pembacaan puisi, hingga ritual adat yang menandai penghormatan terhadap alam.
Dalam diam dan damai, warga Desa Tubo bersatu menyampaikan satu sungai bukan untuk ditambang, tetapi untuk dijaga. (*)