Pilkada dan Calon Bayangan

Malaqbi.com | Redaksi

Advertorial
2015-08-03 | Dibaca: 1024
Tak dapat dielakkan! Akibat kakunya peraturan KPU dalam Pilkada maka calon bayangan akan menjadi tren di beberapa daerah. Sebab tanpa calon bayangan, itu sama halnya dengan menunda pilkada 2 tahun kemudian.

Pilkada saat ini bukan lagi ruang gelap. Dengan adanya survey yang banyak terbukti, membuat banyak calon yang rendah surveynya untuk berpikir ulang, maju melawan calon yang surveynya tinggi. Ditambah lagi dengan resiko mundur bila anggota Dewan, PNS ataupun TNI/ Polri.

Memang tidak disangkali ada daerah yang pasangan calonnya menang berdiri. Artinya sulit untuk dilawan karena tingkat dukungan yang tinggi dibuktikan dengan survey di atas 60 persen. Sementara di sisi lain raihan survey sang penantang hanya berada di kisaran 5 persen.

Sukses seseorang dalam pilkada ditandai oleh kemampuan dan citra diri seorang figur di mata publik. Dikenal cerdas, baik, jujur dan amanah akan banyak mendapat harapan dan  dukungan pemilih.

Kedua, kemampuan dalam menguasai resourcess, baik ekonomi, akses kekuasaan dan pengaruh, kekuatan jaringan dan dukungan partai politik. Dan yang ketiga momentumnya tepat serta strategi yang dimainkan bersama timnya bagus.

Kondisi itu bagi petahana tidak terlalu sulit. Bahkan sudah lama dipersiapkan bersamaan dengan masa jabatannya. Jadi tidak mungkin orang memaksakan diri untuk melawan dengan resiko mundur di tengah survey yang rendah.

Peraturan KPU tidak usah terlalu ekstrim, sampai mengundur pilkada 2 tahun untuk melemahkan calon petahana atau calon yang kuat agar terkondisikan lemah. Kita dapat mengambil budaya yang acapkali dipertontonkan dalam pemilihan kepala desa. Yaitu bila calon tunggal dilawankan dengan peti kosong.

Saya sebagai salah satu ketua partai (itu pun jika tidak dipecat) juga tidak akan mengambil keputusan yang konyol untuk mencalonkan seseorang tanpa hasil survey. Kecuali memilliki pertimbangan lain.  

Di Sulbar, terdapat 4 daerah yang menggelar pilkada. Sebanyak 2 daerah hampir dikatakan menang berdiri. Sebab surveynya mencapai 60 persen. Di sisi lain selisih calon lawannya terlalu jauh untuk disebut sebagai penantang tangguh.

Memang survey bukan Tuhan. Tapi Tuhan memberi kita ilmu untuk digunakan berpikir.  Dengan kondisi ini maka calon bayangan tak dapat dielakkan.

Sesungguhnya, pandangan calon bayangan jangan disalah artikan sebagai upaya akal-akalan atau untuk mempermalukan. Tapi justru menyelamatkan pembangunan daerah dan demokrasi yang sementara dibangun. Seorang pejabat karateker tak boleh terlalu lama menjabat. Sebab kewenangannya terbatas. Serta bukan berasal dari pilihan rakyat. Sekaligus tidak mendapatkan legitimasi sebagai keterwakilan aspirasi dari rakyat. Maka, hemat saya, calon bayangan adalah salah satu solusi untuk menjaga kelangsungan pemerintahan dan pembangunan serta demokrasi di daerah.

Adanya seseorang yang rela menjadi calon bayangan bila ditinjau dari sisi kepentingan daerah maka sebetulnya ia memiliki jasa untuk menjembatani harapan rakyat dengan aturan KPU sehingga tidak deadlock. Dengan begitu, harapan rakyat yang ingin tetap bersama pemimpin yang diharapkan akan terwujud dengan hadirnya calon bayangan.

Masa 2 tahun menunggu bukanlah masa yang singkat. Bahkan bila dalam 2 tahun itu sang calon tidak lagi berminat untuk menjadi calon, maka PKPU telah nyata kesuksesannya menjauhkan antara rakyat dengan aspirasinya.

Terhadap keputusan partai antara DPP dan daerah hampir di setiap partai selalu ada masalah. Dan saya pastikan tidak ada yang bersandiwara dalam hal ini. Tapi pasti ada orang DPP yang menjadi sutradara terhadap kejadian Mamuju untuk mengambil manfaat dari kondisi ini.

Kalau disadari bahwa kita berjuang bersama di Pileg 2014 lalu, kami tidak butuh ucapan terimakasih. Karena memang tak pernah berterima kasih. Tapi minimal janganlah menghujat sesama kader!!!

Kritik dan saran:
Email: sdk.suhardi@gmail.com
website: www.suhardiduka.com
Copyright @2011-2019 malaqbicom, All Rights Reserved :: Redaksi | Pedoman Media Siber | Iklan | Disclaimer